🐘 Puisi Demokrasi Kebun Binatang

DiKebun Binatang aku temukan wajah itu, di situ. wajahku. wajahmu. wajah kita, yang kelelahan menyesali terali. mengekang kebebasan kita. monyet itu, harimau itu, serigala itu, buaya itu; berteriak-teriak minta makan.
Puisi tentang Demokrasi, Foto Hanya Ilustrasi Pexels/Nothing Ahead5 Contoh Puisi tentang DemokrasiPuisi tentang Demokrasi, Foto Hanya Ilustrasi Pexels/Suzy HazelwoodMerupakan bentuk pemerintahanYang mengizinkan warga negara berpartisipasiSecara langsung ataupun perwakilanDalam perumusan, pengembangan, Ian pembuatan hukum dinegeri iniAdanya unjuk rasa dan aksiYang terlihat di layar televisiUntuk meluapkan aspirasiAdalah salah satu bentuk demokrasiBerasal dari rakyatOleh rakyatDan untuk rakyatAdalah asas demokrasi sesuai sila keempatDemokrasi mengandung maknaPenghargaan terhadap harkat dan martabat manusiaupaya perwujudan terhadap kesejahteraan rakyatKekuasaan tertinggi di tangan rakyatKekuasaan mulai usangRuang demokrasi mulai petangTerdengar genderang perangSaling menghantam pedangRakyat tumbangPemimpin berangMusuh senangPresiden...Ke mana arah pembangunan iniKe mana arah demokrasi iniApakah ini hanya puisi?Hanya strategi mencari simpati?Maaf bapak presiden kami milenialPembangunan karakter bangsaDemokrasi pelopor strategiIni nasib kamiPresiden...Kami rakyat IndonesiaKami mau berjaKami mau berjiwa satriaTanpa kenal batasan karyaBiarkan kami berbuat jujurJujur aktif mudah diaturSiapkan aturan bertempurRumah kami jangan digusurSuarakan perbedaanNamun pemikiran terpenjaraSuarakan kesetaraanTapi tertutup soal keberagamanSuarakan kebebasanNamun tidak terima kenyataanEgois dalam bertindakHanya mau diikuti tanpa mengikutiHanya mau didengar tanpa mendengarItulah mereka sang penguasa duniaHobinya perang dengan dalil perdamaianNiscaya demokrasi semu tanpa hal yang baruTerlihat indah namun buruk untuk pencernaanHanya untuk agenda penguasa menguasai ekonomi duniaDemokrasi negeri iniSeakan telah runtuhSeperti besi toa yang berkaratDisapu angin baratKebijakan hanya hiasanPajangan pejabat atasanRakyat hilang harapanUntuk mendapatkan kesejahteraanSuara rakyatTak lagi bermanfaatHanya dianggap angin lewatSebuah realita adanyaRakyat telah menderitaKarena demokrasi telah pergi
Nah untuk membantu kalian dalam memahami makna demokrasi dan budaya demokrasi berikut ini disajikan puisi karya Taufik Ismail dalam bukunya yang berjudul Katastrofi Mendunia Marxisma, Leninisma, Stalinisma, Maoisma, Narkoba halaman 282-285. Simaklah dan maknailah. Demokrasi Kebun Binatang. Mari kita pergi ke kebun binatang bersama-sama,
Puisi Demokrasi kebun binatang Puisi Demokrasi kebun binatang merupakan puisi karya Taufik Ismail yang tertuang dalam bukunya yang berjudul Katastrofi Mendunia Marxisma, Leninisma, Stalinisma, Maoisma, Narkoba, halaman 282 sampai 285. Apabila kita cermati, keadaan yang dijelaskan di dalam puisi Demokrasi kebun binatang mirip dengan keadaan demokrasi pada saat ini. Di saat orang saling berebut pandangan mengenai arti demokrasi. Tiap orang mengemukakan sudut pandang berbeda yang tidak jarang tidak mau menerima sudut pandang orang lain. Tidak jarang ada orang atau kelompok yang mendasarkan arti demokrasi dari sudut agama, politik dan sebagainya. Lantas di benak kita timbul sebuah pertanyaan, “mengapa istilah demokrasi maknanya beranekaragam dalam puisi demokrasi kebun binatang”? Jawabanya; karena setiap manusia memiliki pola pikir yang berbeda satu dengan yang lainnya, tentunya dalam memberikan pandangan tentang demokrasi pun beranekaragam juga, tergantung dari bagaimana pola pikir masing-masing pemikirannya. oleh karena itu wajar sajalah bila makna demokrasi tersebut beranekaragam maknanya. Table of Contents Show Puisi Demokrasi kebun binatang Lantas di benak kita timbul sebuah pertanyaan, “mengapa istilah demokrasi maknanya beranekaragam dalam puisi demokrasi kebun binatang”?Tujuan dan Fungsi DemokrasiVideo yang berhubungan Orang lain memakai teras rumah saya tanpa ijin terkena hukum apa ya? Bagaimana peran Indonesia sebagai penyelenggara G20 menghadapi isu global salah satunya adalah penyerangan Rusia terhadap Ukraina. Mengenai hal terseb … ut anggota G20 yang dipelajari oleh Amerika Serikat menolak keterlibatan Rusia tetap terlibat. Bagaimana Indonesia menanggapi hal tersebut dalam hubungan Internasional baik dengan Rusia maupun negara-negara yang menolaknya? Tolong bantu ya.. Terima kasih Masalah peran guru yang ada di masyarakat atau sekolah merujuk pada teori Kriminologi criminology atau ilmu kejahatan sebagai disiplin ilmu sosial atau non -nomative discipline yang mempelajari kejahatan dari segi sosial. … Kriminologi disebut sebagai ilmu yang mempelajari manusia dalam pertentangannya dengan norma-norma sosial tertentu, sehingga kriminologi juga disebut sebagai sosiologi penjahat. Kriminologi mempelajari kejahatan sebagai fenomena sosial sehingga sebagai perilaku kejahatan tidak terlepas dalam interaksi sosial. Dalam perkembangannya dewasa ini ilmu kriminologi dipengaruhi oleh berbagai disiplin bidang ilmu bahkan ada keterkaitan antara keduanya. Pertanyaan 1. Dalam kaitannya kriminologi dengan berbagai dispilin bidang ilmu lainnya adalah bahwa kriminologi itu sebagai kumpulan berbagai ilmu pengetahuan dan kesemuanya itu saling melengkapi sehingga dapat diketahui sampai seberapa jauh hubungannya. Buatlah identifikas terhadap ilmu lainnya yang berkaitan dengan kriminologi! kemudian analisislah! 2. Identifikasikanlah keterkaitan kriminologi dengan bidang studi lainya dan mengapa hal ini terjadi? 3. Keterkaitan kriminologi dengan bidang studi lainya itu bisa dikatakan bahwa itu merupakan kriminologi teoritis atau kriminologi murni pure criminology. Bagaimana analisis saudara terhadap pernyataan ini dan sertakan dasar teorinya untuk mendukung analisis yang saudara buat! 4. Kriminologi itu ruang lingkupnya sangat luas sehingga keberadaannya itu memerlukan dukungan dari disiplin ilmu lainnya. Untuk itu identifikasikanlah disiplin ilmu di luar kriminologi dan berikanlah analisis saudara terhadap hal ini? Fungsi pengadaan tanah diatur dalam You're Reading a Free Preview Page 4 is not shown in this preview. ilustrasi Demokrasi. Liputan6 ©2021 JABAR 6 Juli 2021 1315 Reporter Andre Kurniawan - Sebagai rakyat Indonesia, kita telah mengenal istilah demokrasi sejak lama. Ya, ini adalah bentuk pemerintahan dari Negara Indonesia. Istilah ini yang juga sering disebut-sebut oleh para tokoh nasional kita dalam usahanya membentuk Negara Indonesia. Kata demokrasi sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata Demos yang artinya rakyat, dan kata Kratos, yang berarti kekuasaan. Salah satu pengertian tentang demokrasi yang paling terkenal dikemukakan oleh Abraham Lincoln. Dirinya menyebut bahwa makna demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Tak hanya Indonesia, demokrasi juga dianut oleh negara-negara lain seperti Amerika Serikat, India, dan Swiss. Ciri-ciri dari negara yang menganut sistem demokrasi di antaranya adalah adanya kebebasan pers dan media, adanya persamaan hak bagi setiap warga negara, dan adanya pemilihan umum langsung serta pemerintahan yang ada di tangan rakyat. Kita sudah sering mendengar istilah demokrasi ini dari berbagai tempat. Namun, tahukah Anda apa makna demokrasi? Untuk menjawabnya berikut kami uraikan lebih lanjut mengenai apa itu makna demokrasi. 2 dari 4 halamanSebelum menjelaskan apa itu makna demokrasi, alangkah baiknya kita mengetahui apa pengertian dari demokrasi. Yang pertama dari Abraham Lincoln, yang sudah kita paparkan sebelumnya, di mana dia menjelaskan bahwa demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Kemudian Aristoteles, seorang filsuf asal Yunani, menjelaskan bahwa demokrasi adalah kebebasan setiap warga negara untuk saling berbagi kekuasaan. Dari pengertian yang disebutkan oleh Aristoteles, dirinya juga mengemukakan makna demokrasi sebagai suatu kebebasan, atau prinsip demokrasi ialah kebebasan. Ini karena hanya melalui kebebasanlah setiap warga negara bisa saling berbagi kekuasaan di dalam negaranya. Filsuf dan ahli hokum asal Austria, Hans Kelsen, menjelaskan bahwa demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. Yang melaksanakan kekuasaan negara ialah wakil-wakil rakyat yang terpilih. Di mana rakyat telah yakin, bahwa segala kehendak dan kepentingannya akan diperhatikan di dalam melaksanakan kekuasaan Negara. Joseph A. Schemer juga menjelaskan bahwa demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik di mana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat. Dari beberapa pengertian tersebut, terlihat jelas jika rakyat memegang peran penting untuk berjalannya sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi, rakyat mendapatkan kebebasan dalam menjalankan aktivitasnya, termasuk kebebasan dalam beraktivitas politik tanpa adanya tekanan dari pihak mana pun. Dilansir dari tulisan pada laman makna demokrasi sebagai dasar hidup bermasyarakat dan bernegara mengandung arti bahwa rakyatlah yang memberikan ketentuan dalam masalah-masalah mengenai kehidupannya termasuk dalam menilai kebijakan negara, karena kebijakan tersebut akan menentukan nasib hidup rakyat. Dengan demikian, negara yang menganut sistem demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat. 3 dari 4 halaman Dilansir dari terdapat dua bentuk dari demokrasi, yaitu demokrasi langsung dan demokrasi tidak langsung. Demokrasi langsung Pada sistem demokrasi langsung, setiap rakyat berhak untuk memberikan aspirasi dan terlibat dalam menentukan sebuah keputusan melalui pendapat atau suara. Pada umumnya, setiap rakyat mewakili dirinya sendiri dalam memilih kebijakan sehingga secara langsung keadaan politik berada di tangan rakyat. Namun, di era modern saat ini, sistem demokrasi langsung sudah jarang diterapkan. Hal ini karena kepadatan penduduk serta kurangnya minat dari masyarakat untuk mempelajari keseluruhan permasalahan politik di negaranya. Demokrasi perwakilan Pada sistem demokrasi perwakilan, setiap rakyat akan memberikan pendapat dan suara mereka melalui pemilihan umum guna memilih wakil rakyat. Setelah terpilih, wakil rakyat tersebut bertugas mengutarakan aspirasi rakyat dalam mengatasi permasalahan negara. Tujuan dan Fungsi Demokrasi Secara umum, tujuan demokrasi adalah untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur dengan konsep yang mengedepankan keadilan, kejujuran dan keterbukaan. Pada konsepnya, tujuan demokrasi dalam kehidupan bernegara juga meliputi kebebasan berpendapat dan kedaulatan rakyat. Sedangkan fungsi demokrasi adalah Sistem politik yang memberikan kekuatan untuk memilih pemimpin rakyat dan pemerintahan secara bebas serta adil dalam pemilihan umum. Memberikan kebebasan bagi individu sebagai warga negara untuk dapat aktif berpartisipasi di dalam politik dan sebagai warga. Memberikan perlindungan kepada hak asasi pada warga negara. Menghasilkan sebuah aturan yang berlaku kepada semua warga negara tanpa ada pandang bulu. 4 dari 4 halaman Menurut Alamudi mengemukakan apa yang dikenal sebagai 'soko guru demokrasi' yang menjelaskan beberapa prinsip demokrasi yaitu Kedaulatan rakyat Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah Kekuasaan mayoritas Hak-hak minoritas Jaminan hak asasi manusia Pemilihan yang bebas dan jujur Persamaan di depan hukum Proses hukum yang wajar Pembatasan pemerintah secara konstitusional Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat mdk/ank
Apamakna dari puisi demokrasi kebun binatang karya taufik ismail - 7996765 sundarinemo sundarinemo 21.10.2016 B. Indonesia Nila otoriter Karena pak kepala binatang memaksakan demokrasi serigala kepada 17 binatang 3. Nilai licik Karena serigala menyamar menjadi domba agar ia bisa memakan binatang d dlm kandang. Iklan
- Masa persiapan ujian sekolah di permulaan Maret 2021 memaksa saya kembali membuka buku-buku pelajaran yang sudah 1-2 tahun tak dibaca. Di tengah nihilnya keasyikan membaca buku ajar, saya kembali menemukan pembuka sebuah bab yang ganjil dalam buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Kelas XI dalam bab “Sistem dan Dinamika Demokrasi Pancasila”. Di luar uraian materi yang menjemukan dan penuh lingkar-putar itu, perhatian saya tertuju pada ilustrasi pembuka bab yang menyajikan puisi Taufiq Ismail, “Demokrasi Kebun Binatang”. Puisi yang termuat dalam buku Katastrofi Mendunia Marxisma, Leninisma, Stalinisma, Maoisma, Narkoba hal. 282-285, dikutip ulang lengkap sebagai stimulus pengantar bab. Klaim penulis buku, “Demokrasi Kebun Binatang” dicantumkan dengan maksud, “....membantu kalian memahami makna demokrasi dan budaya demokrasi.”Respons saya ketika mendapati puisi itu? Geli dan mulas. Apa pentingnya Taufiq Ismail dikutip dalam perbincangan tentang demokrasi? Ada begitu banyak ilmuwan dan pemikir politik di Indonesia yang tekun mengamati demokrasi. Lalu, mengapa Taufiq Ismail yang dipilih? Saya tak ingin menyangkal bahwa sastrawan dan karyanya tentu bisa memantik diskusi panjang tentang demokrasi. Sudah sangat sering Walt Whitman dipelajari untuk memahami visi kehidupan demokratis yang alamiah sebagaimana dibayangkan masyarakat Amerika pada abad ke-19. Sudah sangat sering pula orang membahas peran Heinrich Heine sebagai intelektual publik beserta puisi-puisinya yang mewarnai pemberontakan rakyat dalam Revolusi 1848 di Jerman. Dan tentu kita tak lupa betapa bertenaganya puisi-puisi Widji Thukul menggedor kesadaran massa untuk menjebol rezim Orde Baru. Tentu Taufiq Ismail bukan Whitman, Heine, dan Thukul. Bukunya yang disinggung dalam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan juga bukan karya sastra ataupun karya akademik, bahkan tak bisa dibilang sejarah populer. Katastrofi Mendunia Marxisma, Leninisma, Stalinisma, Maoisma, Narkoba terbit pada 2004, hanya berjarak 39 tahun dari pembantaian jutan manusia oleh pemerintahan teror yang ikut ia sokong pendiriannya; dan 6 tahun setelah rezim pembantai itu bubar. Katastrofi Mendunia adalah pamflet alarmist dengan daftar ancaman yang selalu bisa diperbarui pada judul di tiap edisi revisinya. Tak hanya “Marxisma”, “Leninisma”, “Stalinisma”, “Maoisma”, “Narkoba”, tapi juga, misalnya Katastrofi Mendunia Marxisma, Leninisma, Stalinisma, Maoisma, Narkoba, Al-Qaeda 2005 Katastrofi Mendunia Marxisma, Leninisma, Stalinisma, Maoisma, Narkoba, Al-Qaeda, Mafia Migas 2006 Katastrofi Mendunia Marxisma, Leninisma, Stalinisma, Maoisma, Narkoba, Al-Qaeda, Mafia Migas, Kutu Beras 2007 Katastrofi Mendunia Marxisma, Leninisma, Stalinisma, Maoisma, Narkoba, Al-Qaeda, Mafia Migas, Kutu Beras, Penista Agama 2017 Katastrofi Mendunia Marxisma, Leninisma, Stalinisma, Maoisma, Narkoba, Al-Qaeda, Mafia Migas, Kutu Beras, Penista Agama, Mobile Legend 2018 Bagaimana mungkin kita bisa belajar “memahami makna demokrasi dan budaya demokrasi” dari karya yang hanya menjual ketakutan dan pepesan kosong? Masalahnya, dampak dari kerja-kerja orang seperti Taufiq Ismail sebagai apologis rezim berdarah tak berhenti sampai di situ. Taufiq Ismail adalah bagian warisan zaman lapuk yang mengajarkan kepada kita semua untuk tidak jujur pada Pancasila Mari kita masuk ke ihwal yang lebih substansial. Kengawuran buku ajar ini juga mengingatkan saya pada kontroversi seputar pengesahan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila Juni 2020 lalu. Beberapa dari kita mungkin mengingatnya sebagai rangkaian polemik di televisi dan di media sosial tentang relevansi produk hukum ini. Sebagian besar opini publik mengarah kepada ketidaksetujuan karena substansi undang-undang yang dinilai tendensius hendak menyelewengkan Panca Sila menjadi Tri Sila dan Eka Sila; sebagian lain menyoroti masalah pencabutan Ketetapan no. XXV/MPRS/1966 tentang sembilan bulan, saya terus teringat akan serangkaian unjuk-rasa di depan Kompleks Parlemen Senayan yang menentang pengesahan RUU sambil menebar prasangka dan desas-desus “penyusupan komunis” dalam mekanisme legislasi tersebut. Syakwasangka yang menggelikan itu membuat saya tak habis pikir. Selain mengandung kelucuan di atas rata-rata, tuduhan keblinger bahwa “Eka Sila adalah bukti misi komunis yang mau mengganti sila ketuhanan” juga menunjukkan simpul kebutaan sejarah dan kelumpuhan nalar kritis akibat warisan budaya sensor peninggalan Orde Baru. Tapi, dari mana sebenarnya opini nirbobot macam ini bisa muncul? Soeharto memang sudah mati, tetapi hantu Orde Baru terus menghantui langkah ke mana bangsa ini hendak bertolak. Dan hantu itu bertahun-tahun lamanya bersemayam di buku pelajaran—dan secara eksplisit dalam kurikulum—Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan selanjutnya PPKN yang disusun dan diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI tahun 2014. Tiga kata yang dapat saya gunakan untuk merepresentasikan karakteristik buku dan kurikulum ini—sesudah mempelajarinya selama mengenyam bangku sekolah—adalah sesat, picik, dan gagal move on dari ideologi keblinger Orde Baru. Karena karakteristik macam ini pula, saya tidak segan menuding biang salah kaprah seputar Eka Sila adalah mata pelajaran yang sengaja didesain para gedibal Orde Baru dengan tujuan mencetak kultur seragam yang tegak berdiri di atas kedunguan, sehingga bila penguasa bertindak sewenang-wenang, rakyat cukup menerima dan pasrah, tidak melawan, apalagi merombak watak kekuasaan itu sendiri. "Juru Selamat" Palsu “Disinformasi”—yang sering dipertukarkan dengan “hoaks” atau “fitnah” atau “berita palsu”—adalah kata yang hari-hari ini sering terlontar dari mulut aparat negara. Blunder kebijakan sering dialamatkan pada “disinformasi”. Para penolak RUU yang tak populer seperti Omnibus Law kerap dituduh menyebarkan informasi palsu. Bahkan peringatan atas ancaman COVID-19 awalnya ditanggapi oleh pemerintah sebagai “hoaks”. Salah satu “disinformasi” yang dampaknya bisa menjangkau beberapa generasi sekaligus rupanya ada di buku PPKn Kelas XII. Pada halaman 112, buku itu menyebutkan keterangan bahwa Eka Sila adalah pemerasan Panca Sila yang kongruen dengan trias Nasionalisme Agama Komunisme Nasakom. Di sini saya kutipkan paparan itu yang verbatim berbunyi, “Salah satu penyimpangan tersebut—dalam masa Demokrasi Terpimpin—adalah terjadinya pemerasan dalam penghayatan Pancasila. Pancasila yang diperas menjadi tiga unsur yang disebut Trisila, kemudian Trisila ini diperas lagi menjadi satu unsur yang disebut Ekasila. Ekasila inilah yang dimaksud dengan Nasakom nasionalis, agama dan komunisme.” Jika kita berniat jujur pada sejarah, mengapa kutipan asli dari perumus “Ekasila” ini tak disertakan? Saya kutip dari penjelasan langsung sang perumus Panca Sila, Sukarno, dalam pidatonya yang kemudian diberi tajuk “Lahirnja Pantja Sila”. “Djikalau saja peras jang lima mendjadi tiga dan jang tiga mendjadi satu, maka dapatlah saja satu perkataan Indonesia jang tulen, jaitu perkataan g o t o n g - r o j o n g! Negara Indonesia jang akan kita dirikan haruslah negara gotong-rojong! Alangkah hebatnja, negara gotong-rojong!” Salahkah mengutip Sukarno dalam pidato itu? Tidak, kecuali jika sejak awal Anda mempraktikkan akrobat logika dengan meloncat langsung kepada kesimpulan bahwa kutipan asli Sukarno tak perlu dipelajari karena berasal dari masa Demokrasi Terpimpin dan bahwa Demokrasi Terpimpin jahat adanya. Siswa tidak diberikan kesempatan menelaah sumber primer seperti pidato “Penemuan Kembali Revolusi Kita”, yang tak lain adalah bagian penting dari pertarungan gagasan selama “Demokrasi Terpimpin”. Dan itulah yang terjadi pada buku ini. Uraian “Demokrasi Terpimpin” beserta dinamika Indonesia masa itu cenderung diukur dengan barometer “Demokrasi Pancasila” made in Orde Baru. Seakan-akan “Demokrasi Pancasila” ala Orde Baru adalah puncak peradaban, sumber nilai pamungkas masyarakat, dan akhir sejarah. Siswa tak mendapat penjelasan mengapa “Demokrasi Terpimpin” dipilih sebagai jalan keluar atas resah-rusuh kabinet selama 10 tahun sejak 1950-1959. Tak dijelaskan pula bagaimana usulan Dekrit Presiden—yang mengawali Demokrasi Terpimpin—muncul dari tubuh tentara sendiri, tepatnya dari Jenderal Nasution. Sulit berharap PPKN mampu menjelaskan mengapa, sejak 1966, Orde Baru dan bangsa Indonesia harus berbakti pada kehendak Washington secara umum dan modal multinasional secara khusus; atau mengapa Indonesia memainkan peranan penting sebagai salah satu pelopor pergerakan rakyat Asia Afrika pada 1955 dan setelahnya. Tidaklah perlu menjangkau masalah-masalah klasik seperti legitimasi SP 11 Maret, praktik pembantaian dan pemenjaraan massal sonder peradilan, atau duit yang dibegal lewat yayasan-yayasan Cendana berpuluh tahun lamanya. Alasannya sederhana saja PPKN terang berusaha menafikan realitas Indonesia pra-Orde Baru dan berasumsi bahwa “Orde Lama”—istilah yang lebih sering digunakan guru PPKN, alih-alih “Demokrasi Terpimpin”—adalah banaspati yang menjerat Indonesia dan Orde Baru ialah juru selamat untuk membebaskan Picik dan Tumpulnya Daya Kritis Tak hanya menebar disinformasi, kurikulum PPKN juga menjebak siswa dalam slogan-slogan yang merayakan nasionalisme picik dan pengkultusan terhadap institusi TNI-Polri. Sebut saja yang paling terkenal yaitu “NKRI Harga Mati”. Slogan yang pertama dicetuskan Muslim Rifai Imampuro, mantan pemimpin Pesantren Al-Muttaqien Pancasila Sakti, Klaten sekitar tahun 1983 ini, mulanya digunakan untuk menegaskan komitmen kelompok Islam atas Pancasila di tengah paksaan untuk menerima Asas Tunggal di bawah Orde Baru. Akan tetapi, slogan ini menemukan kehidupannya yang kedua sejak 1998-1999, ketika konflik komunal meletus di banyak tempat di Indonesia. Sejak itu, tak terhitung sudah berapa kali slogan ini direproduksi militer untuk menjustifikasi perannya di bidang-bidang yang tak berhubungan dengan perang—termasuk politik dan kehidupan sosial sehari-hari. Di sinilah letak masalah besarnya. Tanpa pembekalan sungguh-sungguh mengenai prinsip-prinsip kewargaan dan kebangsaan yang cukup, doktrin “NKRI Harga Mati” yang diajarkan kepada siswa melulu diulang-ulang sebagai sebuah mantra. Di sana tidak ada pemahaman yang lebih dalam tentang makna bangsa sebagai sebuah persatuan manusia dan tempat. Setelah “NKRI Harga Mati”, nasionalisme Indonesia tak lagi menjadi spirit emansipasi bekas bangsa terjajah. “NKRI Harga Mati” ini kemudian berkembang menjadi sebentuk paham chauvinis bahwa Indonesia bersatu karena kesamaan rasa kebencian, bukan karena sikap dan komitmen politik antar-golongan untuk membangun negara-bangsa merdeka; bahwa peran tentara lebih krusial daripada diplomasi selama revolusi fisik 1945-1949; dan bahwa aneksasi Indonesia atas Papua dan Timor-Timur dilatarbelakangi kesukarelaan rakyat masing-masing daerah kepada pemerintah. Pendeknya “pemerintah selalu baik dan tak bisa salah” serta “rakyat bisa tersesat ke jalan yang salah, harus dibimbing, dan karena itu harus patuh pada pemerintah. Jangan heran jika kemudian slogan “NKRI Harga Mati” turut dipakai untuk menggebuk siapapun yang dianggap berseberangan dengan pemerintah. Berkat pandangan “pemerintah selalu bermaksud baik” ini pula, siswa sekolah negeri umum mengalami penumpulan daya kritis dan tak bernyali mengkritik kebijakan pemerintah. Pada titik inilah, tercapai tujuan menyeluruh dari PPKN, yaitu menciptakan “warga negara yang baik” dalam situasi apapun, termasuk ketika negara “tidak sedang baik-baik saja” dan orang-orang tidak baik berduyun-duyun merapat ke lingkaran kekuasaan. Jangan harap PPKN sudi membahas potret masyarakat adat yang digusur atas nama Undang-Undang Cipta Kerja, apalagi transformasi Polri yang kini multifungsi dan semakin represif terhadap gerakan rakyat. Tak usah berharap PPKN akan memuat materi mengenai ketidakadilan jender dan perusakan lingkungan. Terhadap isu-isu tersebut, siswa cukup mengetahui, tidak usah membedah, apalagi mengevaluasi mengapa negara selalu berpihak pada kaum kaya. Dan akhirnya, buku PPKN menutup-nutupi cela besar di dalam sejarah Orde Baru yang sarat pelanggaran hak-hak asasi manusia. Terlihat dari buku PPKN Kelas XI Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014 halaman 20 yang hanya menyebutkan lima kasus pelanggaran HAM secara singkat, yakni Tragedi Tanjung Priok 1984, Kudatuli 1996, Penembakan Mahasiswa Trisakti Mei 1998, Tragedi Semanggi I 1999, dan Penculikan 13 Aktivis 1996-1997. Semua kasus itu dikutip sebagai basa-basi belaka, tanpa penjelasan siapa korban dan siapa pelaku. Dan basa-basi itu punya pesan penting buat kita semua Hak-hak warganegara yang berulangkali dilanggar tidak terlalu penting disosialisasikan sejak dini karena, wahai Bung dan Nona, nyawa betul-betul diobral murah di republik ini. Bukan mustahil jika perjuangan para penyintas dan keluarga korban pelanggaran HAM di masa lalu pelan-pelan akan hilang ditimbun narasi sejarah yang tekun memuliakan arogansi rezim haus darah. Zaman berubah. Masyarakat berubah. Definisi “warga negara yang baik” pun seharusnya turut berubah. Sudah saatnya kepatuhan dan keberpihakan tanpa syarat kepada penguasa sebagai barometer loyalitas warganegara dibuang jauh-jauh sebagai kenangan zaman otoriter yang jahiliyah itu. Barulah, jika keberanian mempreteli doktrin nasionalisme chauvinis itu sudah diraih, Indonesia Emas 2045 akan diisi generasi yang memahami makna sejati nasionalisme, yaitu kecintaan besar pada tanah air, bukan kepada pemerintah yang berkuasa!* Isi artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya.
  1. Жክቻጀбичθ ዲжոпигուռ մէղը
    1. Ξоማቷμωкрар еςυሕու
    2. А ефюዝուκезυ ца
    3. Վ նու снոкυбиду ምисвուхюв
  2. Րωνацомюл ፗիглիκ
3 nilai moral:menurut mereka, definisi demokrasi yang disampaikan dalam puisi diatas ialah terdapat pada kalimat "sama-sama hewan yang tidak memakan satu sama lain". nilai estetis: nilai ini dapat kita lihat dari bagaimana bentuk penulisannya yang sesuai dan beraturan dengan kaidah penulisan puisi pada puisi diatas. 100% found this document useful 1 vote3K views2 pagesDescriptionteriakasih karyanya...Copyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?100% found this document useful 1 vote3K views2 pagesDemokrasi Kebun BinatangJump to Page You are on page 1of 2 You're Reading a Free Preview Page 2 is not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime. Nah untuk membantu kalian dalam memahami makna demokrasi dan budaya demokrasi berikut ini disajikan puisi karya Taufik Ismail dalam bukunya yang berjudul Katastrofi Mendunia Marxisma, Leninisma, Stalinisma, Maoisma, Narkoba halaman 282-285. Demokrasi Kebun Binatang Mari kita pergi ke kebun binatang bersama-sama, Karena kita ingin mendengar
\n puisi demokrasi kebun binatang
denganpuisi Demokrasi Kebun Binatang. 4. Guru meminta peserta didik mencatat hal-hal yang penting terkait dengan materi yang telah dibaca. 5. Guru memberikan informasi tambahan terkait dengan wacana tersebut dengan berbagai peristiwa sejenis di lingkungan peserta didik. 82 | Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK DemokrasiKebun Binatang - 8065651 ssssaaal ssssaaal 26.10.2016 PPKn Sekolah Menengah Atas terjawab • terverifikasi oleh ahli Demokrasi Kebun Binatang Mari kita pergi ke kebun binatang bersama- Nilai yang terdapat dalam puisi di atas adalah nilai perbedaan pendapat. Sehinggatema puisi anak-anak itu berkisar diantara kehidupannya sebagai anak kecil. Contoh, mereka suka binatang peliharaan maka cendrung membuat puisi dengan tema binatang peliharaannya,atau membuat puisi tentang orang-orang disekitar merka yang ia senangi,tentang cita-citanya dan tentang keindahan seperti: alam, kupu-kupu, burung dan sebagainya.
ØMenganalisis dan menyimpulkan puisi berjudul Demokrasi Kebun Binatang karya Taufik Ismail dikaitkan dengan pelaksaanaan demokrasi. Ø Peserta didik diminta untuk mengerjakan tugas mandiri 3.1 yaitu mengkaji perbedaan negara demokrasi dengan negara otoriter dikaitkan dengan pelaksanaan demokrasi di Indonesia.
Udiningin berwisata ke kebun binatang, sementara Mutiara ingin berwisata ke pegunungan. Keputusan tujuan wisata dapat diambil dengan baik karena Mutiara mengalah pada Udin dengan mengusulkan agar tujuan wisatanya dilakukan pada wisata berikutnya. Menurut pendapat saya kejadian di dalam keluarga itu menerapkan sila 4 Pancasila, karena ayah
\n\n \n\npuisi demokrasi kebun binatang
Nah untuk membantu kalian dalam memahami makna demokrasi dan budaya demokrasi berikut ini disajikan puisi karya Taufik Ismail dalam bukunya yang berjudul Katastrofi Mendunia Marxisma, Leninisma, Stalinisma, Maoisma, Narkoba halaman 282-285. Simaklah dan maknailah. Demokrasi Kebun Binatang ht

SitusBandar Taruhan Olahraga Online Judi Bola Online Judi Sbobet Online BOLA99

Menurutserigala, ukuran demokrasi adalah "sama-sama hewan" Dan gagasan ini dengan gigih didukung kepala kebun binatang. Ke-17 hewan lainnya itu tak setuju. menurut mereka, definisi demokrasi adalah sama-sama hewan yang tidak memakan satu sama lain, tidak memangsa satu sama lain".
DemokrasiKebun Binatang. Mari kita pergi ke kebun binatang bersama-sama, Karena kita ingin mendengar gagasan pimpinan baru kota para hewan itu. Pimpinan baru kebun binatang ingin mereposisi sebuah kandang dan kandang itu kandang yang penting posisinya. Kandang itu berpagar kawat yang cantik ornamennya, Tinggi oleh siapa pun tak terlompati,
.